BAB I
PEMDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Good Governance yakni
penyelenggaraan pemerintahan Negara yang bersih atau pemerintahan yang baik.
Semangat rreformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan
tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran
dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan
Negara dan pembangunan, menuntut pelaksanaan Good Governance dan Good
Governance ini berlaku pada setiap pemerintahan daerah yang sanagt
diperlukan dalam penyelenggaran otonomi daerah.
Dengan demikian organisasi public setiap pemerintah
daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan sumber daya manusia yakni
aparatur pemerintah daerah yang mampu mewujudkan karakteristik Good
Governance. Jelaslah bahwa perubahan paradigma organisasi yang memerlukan
pendekatan baru di dalam pengelolaannya adalah pendayagunaan sumber daya
manusia untuk mencapai tujuan organisasi yang diharapkan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak lepas dari efektivitas kerja
pegawai sebagai salah satu unsur organisasi, memegang peranan penting dalam
usaha mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu tanpa manusia dalam suatu
organisasi maka tujuan organisasi yang telah ditentukan tidak akan tercapai
sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya manusia merupakan salah satu unsur
organisasi yang paling dinamis, artinya menginginkan
perubahan, dengan demikian kedudukan manusia dalam organisasi tidak dapat
disamakan dengan unsur – unsur lain. Sehingga dalam organisasi pengelolaan
manusia sebagai sumber daya organisasi agar memiliki kemampuan untuk mewujudkan
Good Governance.
B. Rumusan Masalah
Beranjak dai hal di atas maka dalam makalah ini akan
membahasan tentang pemerintahan yang baik atau good governance.
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca
memahi peran manusia dalam sejarah dan memahai historisasi manusia dalam
sejarah. Karena kita hidup dalam sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Good Governance
Istilah Good
Governance berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh
bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan),
direct (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama istilah ini
dalam bahasa inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan
kewenangan. Good Governance (tata pemerintahan yang baik) merupakan
praktek penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Dalam konteks hukum, Pemerintahan yang baik merupakan suatu asas
yang dikenal sebagai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, yang merupakan
jembatan antara norma hukum dengan norma etika.
Bintoro
Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai suatu bentuk manajemen
pembangunan, yang juga disebut sebagai adminstrasi pembangunan, yang
menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent of change dari
suatu masyarakat berkembang/developing di dalam Negara berkembang. Agent
of change karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan
yang berencana), maka disebut juga Agent of Development. Agent of
Development diarikan sebagai pendorong proses pembangunan dan perubahan
masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan
program-program, proyek-proyek,dan peran perencanaan dalam anggaran.
Pengertian Good
Governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang
berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut, meburut Bank Dunia yang dikutip Wahab (2002:34) menyebut Good
Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun Administrative, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal framework bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan. Selain itu Bank Dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai
hubungan sinergis dan konsturktif diantara Negara,sektoor swasta dan
masyarakat.
Menurut Erna Witular (2005), bahwa salah satu ukuran tata
pemerintahan yang baik adalah terdapatnya pengaturan perilaku/peranan yang
dapat diterima sektor publik, swasta dan masyarakat, yaitu :
1. Adanya pengaturan di dalam sektor
publik antara lain menyangkut keseimbangan kekuasaan antara eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
2. Adanya
sektor swasta yang mengelola pasar
berdasarkan kesepakatan bersama, termasuk mengatur perusahaan kecil, besar,
koperasi, multinasional/nasional.
3.
Adanya
masyarakat madani yang mengatur kelompok-kelompok yang berbeda seperti agama,
kelompok olahraga, kesenian dan lain-lain.
Masyarakat
dapat terlibat dalam tata pemerintahan yang baik dengan cara yaitu :
1.
Mengawasi
sektor publik/pemerintah dan sektor swasta serta memberikan masukan-masukan
yang konstruktif,
2.
Terlibat dalam
proses pembangunan yang menyangkut dirinya sendiri dan masyarakat. Keterlibatan
tersebut dapat melalui pembentukan paguyuban-paguyuban, LSM yang berperan aktif
dalam proses pembangunan di wilayahnya. Oleh sebab itu penerapan
prinsip-prinsip good governance mempunyai manfaat yang signifikan untuk
perbaikan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
B. Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman
atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan
didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan
bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip
good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good
governance yaitu :
1.
Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua
warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
Prinsip
partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan
pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Jewell & Siegall (1998: 67) partisipasi
adalah keterlibatan anggota organisasi di dalam semua kegiatan organisasi. Di
lain pihak Handoko (1998: 31) menyatakan partisipasi merupakan tindakan ikut
serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam
organisasi.
Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap
kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka
mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran
komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini
meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat
secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah
melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme
konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang
menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,
sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan
partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses
perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan,
tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan.
2.
Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka
hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak
azasi manusia. Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan
konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu (Satrio, 1996: 92). Prinsip
penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak
tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
Berdasarkan
kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum
dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan
menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di
samping itu pemerintah daerah perlu mengupayakan peraturan daerah yang bijaksana
dan efektif, serta didukung penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah
daerah, DRPD maupun masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat
menimbulkan KKN.
Instrumen
dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen
politik terhadap penegakan hukum maupun keterpaduan dari sistem yuridis
(kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan instrumen-instrumen pendukung
adalah penyuluhan dan fasilitas ombudsman.
Menurut Jeff
dan Shah (1998: 68) indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur penegakan hukum, yaitu: Berkurangnya praktek KKN dan pelanggaran
hukum, meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses penegakan hukum,
berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law) dan adanya
kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sebagai pembela kebenaran.
3.
Transparansi (Transparency)
Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima
oleh mereka yang mambutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat
dimonitor. Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan
yang diambil oleh pemerintah (Notodisoerjo, 2002: 129). Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai.
Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan
berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui
koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan
yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas
bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang
bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu mendapatkan
informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada
masyarakat.
Instrumen
dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan
informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah fasilitas database
dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk
dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
Menurut Jeff
dan Shah (1998: 68) indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur transparansi, yaitu: Bertambahnya wawasan dan pengetahuan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkat-nya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dan berkurangnya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan.
4.
Responsivitas (Responsiveness)
Lembaga-lembaga
dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan.
5.
Orientasi (Consensus Oreintation)
Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.
Keadilan (Equity)
Semua
warga Negara, baik laki-laki mapuin permpuan mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam
pemerintahan. Kesetaraan adalah perlakuan yang sama kepada semua unsur tanpa
memandang atribut yang menempel pada subyek tersebut (Prasetya, 2001: 78). Prinsip
kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan
berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet,
pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan
ini akan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun
bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi,
lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi
tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen
dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan
informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah fasilitas database
dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk penyebarluasan produk-produk
dan informasi yang ada di penyelenggara pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
Menurut Jeff
dan Shah (1998: 69) indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kesetaraan, yaitu: Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan, meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan daerahnya dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan.
7.
Efektifitas dan Efisiensi Proses-Proses
Pemerintahan dan Lembaga-Lembaga
Proses-proses
dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Efisiensi berkaitan
dengan penghematan keuangan, sedangkan efektivitas berkaitan dengan ketepatan
cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Handoko, 1998: 23).
Prinsip
ini menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab. Pelayanan
masyarakat harus mengutamakan kepuasan masyarakat, dan didukung mekanisme
penganggaran serta pengawasan yang rasional dan transparan. Lembaga-lembaga
yang bergerak di bidang jasa pelayanan umum harus menginformasikan tentang
biaya dan jenis pelayanannya.
Untuk
menciptakan efisiensi harus digunakan teknik manajemen modern untuk
administrasi kecamatan dan perlu ada desentralisasi kewenangan layanan
masyarakat sampai tingkat keluruhan/desa.
Instrumen
dasar dari efisiensi dan efektivitas adalah komitmen politik sedangkan
instrumen pendukungnya adalah struktur pemerintahan yang sesuai kepentingan
pelayanan masyarakat, adanya standar-standar dan indikator kinerja untuk
menilai efektivitas pelayanan, pembukuan keuangan yang memungkinkan
diketahuinya satuan biaya, dan adanya survei-survei kepuasan konsumen.
Menurut Jeff
dan Shah (1998: 71) indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur efisiensi dan efektivitas, yaitu Efisiensi: Meningkatnya
kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya
penyimpangan pembelanjaan, berkurangnya biaya operasional pelayanan dan mendapatkan
ISO pelayanan. Dilakukannya swastanisasi dari pelayanan masyarakat. Dan
Efektivitas yaitu : Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan
(kebocoran, pemborosan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain) melalui media
massa dan berkurangnya penyimpangan.
8.
Akuntabilitas (Acoountability)
Para
pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil
society) bertanggungjawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
Akuntabilitas
adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan
semua tindakan dan kebijakan yang telah ditempuh (Mardiasmo, 2001: 251).
Prinsip ini mengandung makna meningkatkan akuntabilitas para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami kebijakan yang
diambil harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja
secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu
diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan
harus diberi sanksi.
Instrumen
dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan
komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban,
sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan
sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan
dengan sanksi yang jelas dan tegas.
Menurut Jeff
dan Shah (1998: 70) indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur akuntabilitas, yaitu: Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan
masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya
keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya
kasus-kasus KKN.
9.
Strategi visi (Strategic vision)
Para
pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas
tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Bappenas RI juga mengajukan 14 prinsip-prinsip yang
menunjukkan tata kepemerintahan yang baik atau good governance yaitu:
1. Wawasan ke depan (Visionary) yang
menunjukkan adanya kejelasan dan ketepatan visi, strategi, tujuan dan dukungan
terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
2. Keterbukaan dan transparansi,
ditampilkan dengan tersedianya akses dan informasi yang memadai pada setiap
proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik.
3. Partisipasi masyarakat, ditampilkan
adanya penyelenggaraan pemerintahan negara secara partisipatif dan metode
pengambilan keputusan berdasarkan konsensus bersama.
4. Akuntabilitas, dengan indikasi
kesesuaian pelaksanaan program dan kebijakan dengan standar prosedur
pelaksanaan kebijakan.
5. Supremasi hukum, ditampilkan dengan
kepastian dan penegakan hukum dan sanksi bagi pelanggarnya.
6. Demokrasi, ditampilkan dengan kebebasan
dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi, kesempatan yang sama untuk
setiap warga negara untuk terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan
berdasarkan konsensus.
7. Profesionalisme dan transparansi,
ditampilkan dengan kinerja yang baik, taat azas, kreatif dan inovatif, dan
berkualifikasi di bidangnya.
8. Daya tanggap (responsiveness),
tersedianya layanan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat dan bagaimana
mekanisme tindak lanjutnya.
9. Efisien dan efektif, terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan yang tepat guna dan berdaya guna.
10. Desentralisasi, ditampilkan dengan
kejelasan pembagian tugas dan wewenang dalam pengelolaan pemerintahan negara.
11.
Kemitraan
dengan dunia usaha swasta dan masyarakat.
12.
Komitmen pada
pengurangan kesenjangan, ditampilkan dengan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat
dan tersedianya fasilitas-fasilitas untuk masyarakat yang tidak mampu.
13.
Komitmen pada
lingkungan hidup.
14.
Komitmen pada
pasar yang fair, yaitu tidak ada monopoli, berkembangnya masyarakat, dan
kompetisi yang sehat.
C. Rukun God
Governance
1.
Akuntabilitas,
pemerintah bertanggung-jawab, bertanggung-gugat, bertanggungganti, bertanggung-risiko,
dan bertanggung-nista atas segala tindakan dan kebijakan yang dibuatnya.
2.
Transparansi,
pemerintah bersifat transparan kepada masyarakatnya.
3.
Keterbukaan,
terbuka bagi masyarakat untuk memberi tanggapan dan kritik terhadap pemerintah.
4.
Aturan hukum (rule
of law), adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan
bagi masyarakat.
D. Pilar-Pilar God
Governance
Good
Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang
melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Negara
Negara atau Pemerintah, berfungsi dalam hal:
1)
regulasi/pembuatan kebijakan publik;
2)
pengendalian dan pengawasan publik;
3)
pelindungan dan
pengayoman masyarakat dan swasta;
4)
fasilitasi kepentingan negara dan publik;
5)
pelayanan kepentingan publik.
2.
Swasta
Swasta atau Dunia Usaha, berfungsi
dalam hal:
1)
penggerakan aktivitas bidang ekonomi;
2)
penyelenggaraan usaha-usaha kesejahteraan bangsa;
3)
penyelenggaraan
usaha-usaha perindustrian dan perdagangan;
4)
penyelenggaraan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
3.
Masyarakat
Masyarakat
berfungsi dalam hal:
1)
posisinya sebagai subjek sekaligus objek (parsitipator)
bagi penyelenggaraan urusan-urusan yang dilakukan oleh Negara/ Pemerintah dan
Swasta;
2)
pengontrol terhadap kinerja Pemerintah dan Swasta.
E. Manfaat Good Governance
1.
Mendorong tercapainya kesinambungan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asa transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.
2.
Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan.
F. Fungsi Penting Good Governance dalam
Kehidupan Bernegara
1.
Efektivitas yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika,
Nilai, Sistem, Proses bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi rusahaan yang
bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan perusahaan, pengelolaan
sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien, pertanggungjawaban
perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
2.
Seperangkat prinsip, kebijakan dan sistem manajemen
perusahaan yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang
efisien, efektif dan profitable dalam menjalankan organisasi dan bisnis
perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi prinsip-prinsip
praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan peraturan yang berlaku,
peduli terhadap lingkungan serta dilandasi oleh nilai-nilai sosial budaya yang
tinggi.
3.
Seperangkat peraturan dan ataupun sistem yang mengarahkan
kepada pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi pihak
pemegang kepentingan (Pemerintah, Pemegang saham, Pimpinan perusahaan dan
Karyawan) dan bagi
G. Agenda Good Governance
Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya
upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan
good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti
dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda
good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang
meliputi:
1.
Agenda Politik
Masalah
politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah acuan konsep politik
yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di
lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas
dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh karena itu perlu
dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-masalah penting seperti:
1)
Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok
penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk
mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung,
memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan,
kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi
manusia.
2)
Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang
Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
3)
Reformasi agraria dan perburuhan
4)
Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
5)
Penegakan supremasi hokum
2.
Agenda Ekonomi
Krisis
ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan
mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Untuk kasus Indonesia,
permasalahan krisis ekonomi ini telah berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda
akan segera berakhir. Kondisi demikian ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan
harus segera ada percepatan pemulihan ekonomi. Mengingat begitu banyak
permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-priotitas
kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi saat ini
antara lain:
1)
Agenda Ekonomi Teknis
Otonomi
Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan politik untuk
menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan keadilan, kepastian
dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya daerah guna
memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya.
Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian
persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di
tingkat pusat dan daerah.
Sektor
Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat ini adalah
melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai
intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus
dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional
dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal
itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong
dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga,
pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap.
Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam).
Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya
dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.
Kemiskinan
dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul dirasakan oleh rakyat
kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk membantu penguatan
legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal berharga bagi
percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia baru.
2)
Agenda Pengembalian Kepercayaan
Hal-hal yang diperlukan untuk
mengembalikan atau menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah
kepastian hukum, jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum
bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah,
integritas dan profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan
program, stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang
kuat.
3.
Agenda Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good
governance. Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini
juga akan menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan.
Sebaliknya, pada masyarakat yang masih
belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di
dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan
good governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good
governance pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang
sedang dihadapi.
Masalah sosial yang cukup krusial
dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai
kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai
pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan
komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti
pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang
harus segera mendapatkan solusi yang memadai.
Oleh karena itu masyarakat bersama
pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang
menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat
dilakukan melalui; memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban
konflik, mencegah berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak
sehat dan potensial mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala
bentuk anarkhi sosial yang terjadi di masyarakat.
4.
Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam
penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan
berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan,
good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah.
Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan
mutlak bagi terwujudnya good governance.
Sementara itu posisi dan peran hukum di
Indonesia tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap
sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang
membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
Untuk memulihkan kembali kepercayaan
masyarakat terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan
langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:
1)
Reformasi
Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran
negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang benar perlu diawali dari
penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih banyak mengandung celah
kelemahan.
2)
Penegakan Hukum
Syarat mutlak pemulihan pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan
hukum. Reformasi di bidang penegakkan hukum yang bersifat strategis dan
mendesak untuk dilakukan adalah; pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan
memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan
penindakan yang lebh menekankan aspek transparansi dan partisipasi masyarakat.
Perbaikan sebagaimana tersebut di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial
Independen yang anggotanya terdiri dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi
hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan.
Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani
kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test
terhadap Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas
pribadai yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu
dibentuk sebuah komisi Independen Pengawas Kejaksaan.
3)
Pemberantasan
KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia.
Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan cara
mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya
pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan
pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak
publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi,
hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan
bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.
Sedangkan upaya penanggulangan (setelah
korupsi muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen
Anti Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus
korupsi, memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus
korupsi (hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara
penuh.
4)
Sumbangan Hukum
dalam Mencegah dan Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas
terhadap nilai-nilai lokal, pemberian kewenangan dan representasi yang lebih
luas kepada daerah, pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan
terhadap sumber daya alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di
dalam menciptakan integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade
masyarakat selalu ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai
eksistensinya dan diperlakukan tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut
akhirnya menciptakan potensi yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.
5)
Pengakuan
Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat Untuk menjamin hak-hak
masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan di dalam menentukan
wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu rakyat akan
mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan juga akses
untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka sendiri.
6)
Pemberdayaan
Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi
kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan
utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret
diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah secara langsung oleh
rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk para pejabat publik di
daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
H. Faktor
Pengawal/Penjamin Good Governance
1. Ideologi
yang rasional.
2. Konstitusi
yang modern.
3. Demokrasi
yang konstitusional.
4. Pemilu
yang bebas.
5. Multiparpol.
6. Legislatif
yang representatif.
7. Eksekutif
yang legitimatif.
8. Yudikatif
yang merdeka.
9. Kontrol
publik.
10. Kontrol internasional.
11. Kualitas
SDM.
I. Asas -Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
1.
Asas persamaan:
Hal-hal yang sama harus diperlakukan sama.
2.
asas kepercayaan:
legal expectation, harapan-harapan yang ditimbulkan (janji-janji,
keterangan-keterangan , aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana )
sedapat mungkin hrs dipenuhi.
3.
asas kepastian
hukum: asas ini menghendaki agar hak yang telah di peroleh oleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi Negara haruslah di
hormati, sehingga kedudukan dan kepentingan memiliki kepastian hokum , secara
materiil menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan dan
mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang berkepentingan (kecuali karena 4
hal: dipaksa oleh keadaan, tapi didasarkan kekeliruan, tapi berdasarkan
keteragnan yang tidak benar, syarat tapi tidak ditaati); secara formil
ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus disusun dengan kata-kata
yang jelas.
4.
Asas
keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai.
5.
Asas kesamaan
adalah : asas yang menentukan bahwa setiap warga Negara Indonesia mendapatkan
perlakuan yang sama di dalam hokum dan pemerintah
6.
Asas bertindak
cermat adalah asasyang menghendaki agar administrasi Negara senantiasa
bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga Negara
7.
Asas motivasi
adalah asas dimana alasan-alasan untuk melaksanakan pengawasan harus dapat
mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan dan keputusan itu harus
dimotivasi kepada masyarakat luas
8.
Asas jangan
mencampur adukkan kewenangan adalah : asas ini menghendaki agar dalam mengambil
keputusan pejabat administrasi Negara tidak menggunakan kewenangan atau
kekuasaannya diluar maksud sebenarnya
9.
Asas permainan
yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnyanya kepada
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil
10. Asas keadilan atau kewajaran adalah asas ini
menghendaki agar dalam melakukan tindakan pemerintah tidak berlaku
sewenang-wenang atau berlaku tidak layak
11. Asas menanggapi pengharapan yang wajar
adalah asasini menghendaki agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan
harapan-harapan yang wajar bagi yng berkepentingan
12. Asas meniadakan suatu akibat
keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada kerugian,
maka pihak yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan rehabilitasi.
13. Asas perlindungan pandangan hidup pribadi:
setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup pribadinya dengan
batas PancasilaAsas kebijaksanaan:Pemerintah berhak untuk membuat kebijaksanaan
demi kepentingan umum
14. Asas pelaksanaan kepentingan umum
adalah asas ini menghendaki atas pelaksanaan pembangunan kepentingan
bangsa dan Negara dan atau kepentingan masyarakat luas.